ANALISIS SUBJEK DALAM GEGURITAN “JAMAN KERE MUNGGAH MBALE” DAN “CIDHUK” DENGAN PERSPEKTIF LACANIAN (Subject Analysis in Two Javanese Geguritan: Jaman Kere Munggah Mbale and Cidhuk from the Lacanian Perspective)

Abstract

Tulisan ini merupakan paparan analisis pascastruktural mengenai persoalan subjek dalam karya sastra berupa dua geguritan Jawa yang berjudul “Jaman Kere Munggah Mbale” dan “Cidhuk”. Alasan terhadap pemilihan kedua geguritan ini didasarkan pada kesan mengenai tema dan isi yang sama atau bertalian serta gaya penggunaan piranti stilistika yang hampir serupa melalui metafora dan metonimi. Dengan menggunakan metode kritik impresionistik yang menelaah karya sastra berdasarkan impresi peneliti setelah berhadapan dengan karya sastra, analisis yang dilakukan terhadap objek karya sastra tersebut berdasarkan pada pandangan dalam teori psikoanalisis Lacan. Dalam puisi “Jaman Kere Munggah Mbale”, bentuk satire terhadap penguasa yakni dengan menempatkan subjek sebagai penguasa yang secara metaforis disejajarkan dengan kere yang menduduki mbale yang secara metonimis merujuk pada kekuasaan, dilakukan untuk menghindarkan diri dari sensor atas hasrat akan diri subjek yang riil. Di sisi lain, kemunculan subjek bawah sadar sebagai sebuah irupsi yang cepat berlalu (sebagai fleeting subject) tergambarkan secara metaforis dalam geguritan berjudul “Cidhuk”.


This paper is an explanation of poststructural analysis of the subject matter in literary work in the form of two Javanese poems or geguritan entitled “Jaman Kere Munggah Mbale” and “Cidhuk”. The reason for the selection of the two geguritan is based on the impression of the similarity or interconnectedness of theme and content and the use of similar stylistic devices through metaphor and metonymy in both poems. Using impressionistic criticism methods that examine literary works based on the impression of researchers after dealing with them, the analysis carried out on the object is based on the perspectives of Lacan’s psychoanalytic theory. In “Jaman Kere Munggah Mbale”, the satire form addressed to the ruler is by placing the subject as a ruler who is metaphorically aligned with the kere who occupies mbale which metonymously refers to power, carried out to avoid censorship of the real desire for the self. On the other hand, the emergence of the subconscious subject as a fleeting subject is described metaphorically in “Cidhuk”.